Spiga

Blognya pindah ke fadlyannoor.blogspot.com

Silahkan langsung klik fadlyannoor.blogspot.com . Blognya udah pindah ke sana ya..

Terimakasih :-)

Anies Baswedan on Ruling Elite Indonesia

Siapakah “Ruling Elite” Indonesia?

Kompas, Selasa, 31 Oktober 2006

Demokrasi adalah kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sebagai slogan, kata-kata Abraham Lincoln itu tampak menarik. Dalam kenyataannya, kekuasaan itu tidak identik dengan rakyat kebanyakan, tetapi dengan kaum elite. Kaum elite adalah bagian dari rakyat yang mengontrol akses pada sumber daya ekonomi dan politik, seperti finansial, informasi, pendidikan, status sosial, dan agama.

Kaum elite biasanya terpolarisasi. Eksistensi demokrasi membuat kompetisi antarpolar elite itu bisa terjadi dan bisa melibatkan rakyat kebanyakan. Dengan atau tanpa demokrasi, kaum elitelah yang tetap menentukan. Itu kira-kira pandangan teori elite yang digagas oleh Pareto, Mosca, Michel atau Mill. Intinya, elite yang minoritas jumlahnya menentukan mayoritas keputusan.


Bagaimana dengan elite di Indonesia? Bagaimana formasi dan sirkulasi elite Indonesia? Tulisan ini mencoba menjabarkan secara singkat pola umum formasi elite Indonesia selama 100 tahun terakhir dengan menggunakan kerangka analisis Path Dependence (Historical Institutionalism).


Ruling elite adalah sekelompok elite—di antara kaum elite-elite yang lain—yang berkuasa menentukan arah kehidupan bangsa dan negara. Tesis yang diajukan di sini adalah pembentukan ruling elite ditentukan oleh (1) perekrutan anak-anak muda dan (2) tren utama bangsa.


Tren utama bangsa ini berubah dari satu masa ke masa berikutnya seiring dengan perjalanan sejarah. Anak-anak muda yang pada masa mudanya terlibat dalam tren utama yang mewarnai bangsa ini kelak akan menjadi aktor-aktor di dalam ruling elite. Di sinilah kerangka Path Dependence jadi relevan dan powerful.


Elite intelektual

Sampai dengan akhir abad 19, jalur utama formasi elite di Indonesia adalah aristokrasi. Pendirian sekolah modern (barat) di seluruh Nusantara sejak tahun 1901 membuat tren baru dan utama. Elite bukan saja berdasarkan keturunan dan kepangkatan sosial, tetapi juga berdasarkan tingkat pendidikannya. Makin terdidik, makin tinggi status dan pengaruhnya.

Pada masa ini, para pembawa ilmu pengetahuan (seperti guru) menjadi referensi dan kebanggaan. Bahkan, anak-anak muda yang memasuki pendidikan tinggi disebut "mahasiswa" bukan sekadar siswa. Anak-anak muda yang masuk ke dunia pendidikan di periode 1900-1940-an ini kemudian berkenalan dengan ide- ide politik modern dan menjadi bagian dari gerakan global melawan kolonialisme.

Pada periode ini pendidikan menjadi tren utama bangsa ini dan kunci utama untuk meraih sukses. Dari pendidikan modern ini terbentuklah elite intelektual yang jadi motor pergerakan nasional, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ketika Indonesia meraih kemerdekaan, kaum intelektual ini menjadi ruling elite pertama di negeri ini.

Elite militer

Penjajahan Jepang dan Perang Dunia II membentuk setting mempertahankan kemerdekaan melalui kekuatan militer. Res- pons militer Belanda (dan Seku- tu) makin merangsang reaksi kolektif dan gelora mempertahankan kemerdekaan secara militer. Laskar dan milisi menjamur di segala penjuru Nusantara.

Tren utama bangsa pada masa itu adalah mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan teritorial bangsa. Saat itu terjadi pere- krutan besar-besaran di kalangan anak-anak muda dengan satu syarat: berani perang. Terlebih, relokasi ibu kota ke Yogyakarta membuat anak-anak muda di kawasan itu—seperti Soeharto dan generasinya—memainkan peran sentral.


Dalam perjalanannya, anak- anak muda ini kemudian menjadi aktor-aktor penting di tubuh Angkatan Darat. Dan, ketika konflik politik di tahun 1960-an berakhir dengan kemunculan TNI AD di arena kekuasaan, muncul pula ruling elite baru Indonesia. Ruling elite bukan lagi dari kalangan intelektual politisi, tetapi perwira Angkatan Darat yang di dalamnya dipenuhi oleh para bekas pejuang militer masa perang kemerdekaan. Perekrutan ruling elite dari tubuh militer jadi berkesinambungan dan terinstitusikan karena penguasa Orde Baru mengandalkan institusi militer untuk menyangga kekuasaannya. Akibatnya, elite militer awalnya memang mantan pejuang kemerdekaan, tetapi kemudian diteruskan oleh perwira hasil didikan Akademi Militer. Mereka jadi ruling elite Indonesia hingga akhir 1990-an.


Elite aktivis

Di dekade 1960-an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Untuk pertama kalinya, anak muda dari setiap lapis bangsa bisa masuk perguruan tinggi. Bersamaan dengan itu dunia gerakan mahasiswa mulai tumbuh, menguat, dan mengait dengan dunia politik. Organisasi mahasiswa menjadi wahana perekrutan pemimpin muda. Kemudian menjamur pula organisasi kepemudaan menjadi saluran mantan aktivis mahasiswa untuk meneruskan aktivismenya.

Para mantan aktivis ini kemudian aktif melalui partai politik, dunia akademis, LSM, ornop, pers, ormas keagamaan di samping sebagian kecil masuk ke dunia bisnis. Keterampilan organisasional dan politik membuat mereka menjadi kelompok yang paling siap menyambut peluang demokratisasi dan liberalisasi politik. Apalagi pseudo-democracy yang ditopang kekuatan militer memang tidak pernah langgeng.


Benar saja, sesudah tumbangnya Presiden Soeharto, para aktivis itu menjadi motor partai- partai politik dan aktor-aktor politik dominan di Indonesia. Saat ini para mantan aktivislah yang mendominasi kursi-kursi lembaga perwakilan dan lembaga eksekutif dari tingkat nasional sampai dengan tingkat kabupaten. Kalangan aktivis dan organisatoris ini menjadi ruling elite baru menggantikan kalangan militer.


Dari sirkulasi tiga ruling elite terlihat bahwa proses pembentukan ruling elite itu sangat ditentukan oleh tren utama bangsa pada dua-tiga dekade sebelumnya. Karena itu, bagi kalangan muda yang berambisi untuk memasuki wilayah ruling elite, diperlukan ketajaman membaca tren utama bangsa.


Anak muda yang di dekade 1980-an berminat memasuki lingkar kekuasaan dan memilih jalur militer hanya karena saat itu militer sedang berkuasa, sebenarnya ia sudah salah jalur karena dalam dua dekade berikutnya militer—meski masih kuat—sudah bukan lagi ruling elite di Indonesia.


Kekuatan pasar


Pertanyaannya kemudian siapakah yang akan menjadi ruling elite baru? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyaksikan tren utama bangsa saat ini. Kegiatan paling dominan dan mewarnai kehidupan bangsa saat ini adalah kegiatan ekonomi. Pasar menjadi arena baru dan telah mempenetrasi hampir semua aspek kehidupan. Terlepas dari perdebatan tentang bentuk/jenis pasar atau tentang peran negara dalam pasar; faktanya pasar berkekuatan dominan. Dari mulai ritual budaya dan agama sampai dengan layanan kesehatan dan pendidikan diwarnai oleh aspek dan karakter pasar (bisnis).

Tren ini akan berlanjut terus dan perekrutan terhadap generasi muda untuk memasuki pasar (dunia bisnis) berlangsung intensif. Meskipun mungkin tidak diiringi kesadaran (atau bahkan tanpa ambisi) bahwa mereka berpotensi menjadi pewaris ruling elite Indonesia di masa depan. Akan tetapi, bersamaan dengan konsolidasi demokrasi yang berbasis pasar, para pelaku pasar akan makin berkepentingan dengan dunia politik dan kebijakan (policy making).


Melihat tren ini, dalam satu-dua dekade ke depan, kalangan enterprener dan profesional bisnis akan makin banyak memasuki wilayah politik dan menjadi ruling elite baru di Indonesia. Kalangan enterprener dan profesional bisnis ini memiliki pengalaman kepemimpinan yang bisa dibuktikan secara konkret, sebagaimana pemimpin militer.


Gagal-berhasilnya atau semu- tidaknya (hasil KKN atau tidak) seorang enterprener dan profesional bisnis bisa dinilai dan diukur secara obyektif. Mereka umumnya berpendidikan tinggi dan sebagian memang berlatar belakang aktivis mahasiswa. Mereka bukanlah enterprener yang dibesarkan oleh (atau di zaman) Orde Baru, tetapi umumnya anak-anak muda yang menggeluti bisnis sesudah tumbangnya Orde Baru.

Saat ini, generasi muda di dunia bisnis memang seakan luput dari perhatian publik walau mereka punya karya konkret, senyatanya ikut menggerakkan roda perekonomian Indonesia dan memiliki network of power. Namun, sebagaimana ruling elite masa sebelumnya, begitu muncul momentum yang tepat, mereka akan masuk dan turut mendominasi kekuasaan politik di Indonesia.

Anies Baswedan adalah Direktur Riset The Indonesian Institute dan Advisor pada Partnership for Governance Reform.

Blognito Ergo Sum


Ternyata, untuk mengetik kata pertama dalam blog ini butuh waktu sekian menit hingga dimulailah aliran-aliran kalimatnya dengan bukaan kata "ternyata"... Entah bagaimana lanjutannya, berkeliling nya, ke mana-mananya, hingga diakhirinya cerita-cerita ini kemudian...

Kebiasaan yang unik juga karena seringnya saya mengiringi kalimat-kalimat sms, email, juga mungkin blog ini nantinya, dengan banyak akhiran atau awalan titik-titik seperti ini "...". Anggap saja itu sama artinya dengan, "ceritanya", "btw", "terus", "dan seterusnya", "sedang mikir", "loading", atau hanya sekedar hiasan "...". Kalo dalam bicara mungkin serupa dengan gumaman “eee” atau “mmm”.

flashback..

Kenal komputer sekitar kelas 4 SD.. Mengenal internet sejak awal 1996... kalau tidak salah waktu itu baru lulus SDN Pasar Lama 1 Banjarmasin... sebagai juara umum di SD favorit ini (ciee..). Dan yang paling membanggakan waktu itu EBTANAS (baca:UAN) nya sama sekali bersih dan tidak nyontek (halah.. tapi ini bener lho).

Kemudian masuk ke SLTPN/SMPN 2 Banjarmasin.. Maka mulailah berlangganan majalah KOMPUTEK dengan selalu diawali membuka halaman terakhirnya (rubrik underground). Buat bahan obrolan bareng teman seperjuangan yang bernama Sabir, cs...

Suatu hari... ada rubrik yang membahas tentang email gratisan bernama n2mail... sekarang dah expired sepertinya... Lalu mulailah ada niat ke warnet yang waktu itu baru pertama di Banjarmasin... wasantara.net di kantor pos... Butuh waktu 45 menit mengayuh sepeda di kota yang tingkat humidity siangnya ini kira-kira 85%. Sampai di sana gak tau mau ngapain... Sok2an langsung duduk di komputer karena malu nanya sama OP nya.. (Mas ini dikemudian hari pindah kerja ke Daisy Net.. ), trus ngelirik di sebelah... Ternyata ada user membuka yang namanya internet explorer.. Maka demikianlah semuanya diawali... OP akhirnya liat.. pas buka n2mail... "wah... baru baca KOMPUTEK ya..?". Duh... akhirnya ketahuan juga gapteknya...

Tapi.. dari sinilah akhirnya bisa nanya2 banyak tentang chatting, browsing... dst hingga sampailah saya pada blog ini.

3 tahun di sekolah tadi adalah masa-masa keemasan di kawah candradimuka teknologi... Meskipun di rumah hanya bermodalkan pentium 133... yang kemudian diupgrade jadi 200mmx dengan hardisk terakhir berukuran 856Mb.. Lumayan... oprekannya sudah bisa maksa windows 98 dengan memori 16Mb... Butuh waktu sekitar 10 tahun hidup bersama komputer jenis ini, hingga akhirnya awal 2006 lalu bisa membeli laptop baru...

Sayangnya, mulai SMA sampai sekarang (meskipun pas SMA kelas 3 pernah juara umum cerdas cermat komputer se Kal-Sel... hehehe nyombong lagi...), pake teknologinya sebagai pendamping saja... tidak menjadi perhatian seperti SMP lagi...

Gitu...

Hingga akhir-akhir ini rasanya cinta lama itu hadir kembali... Apalagi beberapa teman ternyata sukses hebat memanfaatkan media ini... Only brain... Turn to cash... Tech is lovely. Salah satu contohnya adalah sahabat saya Ahlul. Umurnya lebih muda 1 angkatan dari saya. Awal masuk UGM sekitar 2003, Ahlul sama sekali buta tentang komputer.. Waktu itu makannya lebih sering pake telor... Sisa uang penghematannya digunakan untuk nambah ilmu dan upgrade hardware komputer...

Akhir 2006 lalu kami sama-sama diundang ke Menpora untuk acara Anugerah Inovasi Pemuda di Bidang Iptek...

Ahlul dapat salah satu prize utama setelah berhasil memodifikasi Site Blocker versi Indonesia.

Dan Boom! setelah itu Ahlul benar2 dikenal.

Ahlul memulai usahanya dengan hardware, lalu belajar software, jadi programmer, web designer, dan sekarang usaha web hosting... dan seterusnya... Saat ini usahanya merambah tidak hanya teknologi... Bahkan hingga sapi sekalipun...

Ini baru sedikit cerita... Juga ada Pak Bachroni di Bantul yang benar-benar terbantu dengan media ini... Beliau sering sekali cerita... Dulu bekerja sebagai penyalur dana2 kemanusiaan... Mulai 2003 memutuskan mulai usaha... Supaya tidak hanya jadi penyalur, tapi juga ber-"tangan di atas". Awalnya sering "kelaparan"... tapi dengan media internet, saat ini usahanya sudah merambah export handycraft berkali-kali ke manca negara... Bisa membantu mengurangi kelaparan orang lain...

Belum lagi jika saya cerita tentang berbagai kesuksesan yang luar biasa hebat dari para member TDA dalam memanfaatkan media ini... Wah.. kalo yang ini tentunya sudah jadi legenda... They are the Tech Master!

Nah... dengan "kompor-kompor" motivasi ini lah... Akhirnya mulai terbetik lagi rasa cinta di hati ini untuk kembali mendekati si teknologi... Duh... belum tau si dia nya masih inget atau tidak... Perlu pendekatan lagi... Bahkan mungkin juga butuh bantuan yang amat besar dari semua teman-teman dan pihak-pihak serta oknum terkait (lah..?) agar ia kembali mengenal diriku... dan semoga diriku pun makin mengenalnya... Hingga berkembanglah ia menjadi sesuatu yang dapat aku berdayakan untuk sesama...

John Naisbitt pernah bercerita tentang teknologi yang makin manusiawi..

Mungkin Web 2.0 adalah contohnya, bahkan sekarang menuju 3.0, nyatanya, semua mengharuskan manusia terus mengupgrade visi dan aksinya terkait teknologi. Visi itu telah lama saya kenal... Namun sayangnya baru kali ini lah aksi membersamai 2.0 itu saya ikuti... Mengutip katanya si om... "Hidup adalah perbuatan"... hehehe...

Yah... mungkin dengan menulis blog ini jadi ketahuan deh... Biasanya di telpon banyak yang manggil "Pak", pas ketemu eh... tau2nya kok masih muda ya Mas... Yah... ini lah saya... Lagipula kalau kapan-kapan Anda main ke kelas Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di UGM, saya tidak lagi muda di sana. Teman-teman di kelas ada yang manggil Mas, Kak, bahkan pernah ada yang pake Om atau Papa. Inilah resikonya mahasiswa yang nyambi jualan. Ada beberapa orang yang sukses kuliah dan bisnis bersamaan. (Tela Krez, Simply Fresh Laundry, Elang IPB, termasuk sahabat saya di Jogja, Ahlul dan Ady) saya salut sama mereka.

You are what you blog.. Aren't you? Beginilah kata salah satu kaos yang pernah saya lihat entah di mana. Anyway.. It does... At least we could know a person better with this...

Ada yang bilang kalo blog ini bisa buat “membaguskan image” kita. Meskipun kadang setelah bertemu ternyata tidak seperti apa yang dibayangkan melalui tulisan-tulisan orang itu di blog. Anthony Robbins bilang, fisik efektif mempengaruhi pikiran... Joe Vitale bilang, pikiran efektif mempengaruhi fisik... Yah... kita ada di tengah-tengahnya saja... Blog yang positif, mudah-mudahan juga dibarengi pribadi yang positif.. Semoga dapat menjadi kekuatan perubahan yang besar, insyaAllah, Amin...

Setelah hari minggu sore kemaren ikut dalam Milad 1 TDA Joglo.. Ketemu Mas Agus Heksa yang cerita tentang "Law of Attraction" uniknya.. Salah satu cerita adalah tentang bukunya (ehm..) Hahahaha... jombloers di rumahnya Mas Kardi mulai grasak-grusuk tuh...

Eh... Law of Attraction ini benar lho... Salah satu contohnya dulu saya pernah ikut seminar, ketemu, ngobrol lama sama penulis buku Ayat-Ayat Cinta, Kang Abik saat booming bukunya... Waktu itu bedah bukunya di UNY. Dream saya saat itu hanyalah sebatas "menikmati fenomenanya", jadi bukan baca bukunya. Di awal kemunculannya, saya mendapat banyak cerita terkait buku ini dari teman-teman, hingga saking detailnya, Kang Abik mengira saya sudah membaca buku ini.. Padahal menyentuhnya pun belum pernah... Karena jumlah halamannya yang lumayan banyak, saya lebih senang mendengarkan cerita orang lain tentang buku ini dibandingkan membacanya langsung. Hingga bulan lalu ternyata muncul film nya... Wah... ternyata filmnya aja seperti itu menariknya... Apalagi bukunya... Akhirnya, secara tanpa sengaja saya main ke rumah teman di Fisipol yang bernama Sakha... Yang nawarin pinjeman bukunya. Saya baru saja membaca buku ini 1 bulan yang lalu... ternyata 1 hari bisa selesai! Setelah demikian lamanya saya berinteraksi dengan cerita-cerita orang lain atas buku ini...

Bagaimana dengan buku tentang blognya? Mungkinkah saya dapat pinjeman atau bahkan hadiah langsung dari penulisnya? Hehehe... saya tidak berpikir sejauh itu... (Wah... tapi dipikirkan juga gpp deh..). Apakah pikiran kita sama...? hahaha.. Anyway, keep the right track in our mind!

Setelah banyak dimotivasi dengan aneka manfaat blog dari berbagai relasi, teman-teman dan sahabat...

Juga dari sedulurs TDA yang sudah advance-advance bloggingnya...

Maka, dengan melihat, mengingat, mempertimbang"ken" segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara...

Maka rasanya tidak ada lagi alasan untuk menunda menggunakan media ini... Momennya bulan ini juga OK.. 100 tahun kebangitan nasional... 10 tahun reformasi... ulang tahun ke-10 nya adek saya, Dina... Milad pertama TDA Joglo... trus apa lagi ya... Wah... pokoknya bulan ini I'm so enthusiastic untuk menyusun banyak strategi-strategi baru, planning, manuver, tindakan, dan sebagai-bagainya... Termasuk menulis di sini.

Maka hari inilah alhamdulillah dimulailah tertuliskannyalah kata-kata inilah... :-)

Templatenya ikut modelling dari Mas Jenderal... Trus saya pake nya blogspot... Sebenarnya pengen pake wordpress sih... karena dulu pas ikut seminar SEO di MM-UGM dengan Mas Wawan
yang sudah jadi juara nomor 4 SEO 2008 tingkat dunia, katanya om google lebih jatuh hati sama yang namanya wordpress... sedangkan blogspot masih agak malu-malu... Tapi saya seneng desain dan tampilan, juga sistem admin blogspot ini... jadi sementara pake blogspot dulu... Just see how the time goes by...

Wah... ternyata nulisnya jadi panjang ya...? Ke mana-mana lagi!

Mudah-mudahan kedepannya bisa lebih baik lagi. Daripada saya kelamaan mengedit draft untuk blog ini, lebih baik langsung di upload saja ya... Done is better than none!


Semoga semua Guru Bahasa Indonesia saya berkenan dengan tulisan-tulisan di blog ini...

Dan Anda semua tentunya :-)

Terimakasih... hatur Nuhun... matur nuwun... untuk semua kunjungannya...


Fadly An Noor

0817272256
Yogyakarta


NB:

Hahaha... setelah mengakhiri tulisan pertama ini saya dapat menemukan sekitar 124 "..." dan 26 ".." Jadinya 125 dan 27 ditambah dengan yang terakhir tadi. Bingung? Coba deh hitung lagi :-)

Dulu ketika tinggal di Bandung, biasanya sama guru ngaji saya diajarkan untuk terus melatih bicara efektif. Jadi kata ”eee” atau ”mmm” saat kita sedang berbicara itu dihitung. Bahkan kalau ada santrinya yang bertanya, atau pidato, tapi menyebut gumaman ”eee” atau ”mmm” ini hingga 3 kali, maka hilanglah kesempatan dia untuk berbicara. Nah, sepertinya untuk nulis blog ataupun tulisan-tulisan lainnya juga butuh ”guru ngaji”, serta dukungan dari teman-teman yang mensupport kita. Keep learning!